Iman Fisika
RIBU kala, jingga selalu berbaur kelabu. Awan-awan tak pernah sama, di sana, di atas ubun-ubun.
KLIK: kumelang genang tumoro talun watuharan kuntung mapuneng, kemarau kemas gerimis jutaan prisma dalam kower tipis-tipis dimimis, wisa kaput tinunu, lalai-na im-punti, marisa mata' wo wuras tinome wana takoy...
Nikitawaya peziarah huruf-huruf seragam dipaksakan penguasa pada media mainstream...
Umbanua, kunang-kunang padam diamkan tragic: carang-carang rindu terus tumbuh sebagai belukar di mindset...
Nendo-yaai, tau-tau tou masih resmi sebagai tertuduh...
dk – saguer, kusukusu, dan kitab sejarah
Dan jejak, dapat dikalkulasi: ada 1.826 twilight, melumat bekas-bekas dedaun jadi kertas, kunamai pursue, tercatat dalam bilangan, tarikh dua ribu tiga belas dalam penanggalan Roma: bergemuruhlah untouched sea, sajak-sajak purba being-cognition, self-actualization, social needs, derai tawamu, etc.
Di belantara, di ngarai, di lembah, di deru pasang mengamuk, di tanah tandus, di gersang bunga-bunga liar duri belukar membakar nyali, luka lalu luka. Dia menghibur: “Even when I walk through the dark valley of death, I will not be afraid, for you are close beside me.” — David, king of Israel.-
Kita punya waktu memetik dawai gitar, menyanyikan Yellow Submarine, pengembaraan dari satu dermaga ke dermaga baru, membawa huruf-huruf yang dikemas dari dedaun yang jatuh menguningcoklat, meluruh, jadi buku, jadi pupuk, jadi makian, jadi doa panjang lebar memuja berbagai dewa-dewi fiksi.
Jika internet sudah ada di kampung seratus tahun lalu, maka perang mulut akan lebih dasyat karena banyak orang tak pernah percaya masa depan sudah tiba hari ini. Kemudian neraka dan kuda-kuda api tercipta di cakrawala seperti meteor.
Eksperimen alam semesta dalam revolusi angka-angka yang nyata, walau abu-abu dalam rumus para pendusta.
Agama itu matematis, religiusitas juga adalah iman fisika yang oleh kebanyakan manusia masih dianggap gaib. Perkalian ekonomi makro menjadi politis, lalu di masa kini yang miskin ternyata banyak orang menjadi lebar badannya, tumbuh seperti hewan, dan jumlah neuron-nya menyusut.
Phainomenon, nama bayi yang berlaksa tarikh tak pernah dewasa. Merengek minta tanggunggugat teori-teori yang dibeli dengan persembahan. Di masa lalu hewan, sembelih. Hari ini tinggal gesek, pencet tombol-tombol, dan perang kimia ternyata lebih dasyat terjadi di urat syaraf.
Ketika sekolah dasar, seorang teman meminjamkan sebuah buku, “Satan leeft onder ons”. Saya bertanya pada kakak perempuan ayah yang paham bahasa buku itu, dia bilang, “setan itu hidup dalam jiwa manusia”. Hingga hari ini, mistisisme masih melekat dalam perangai masyarakat, tapi semua membela diri dengan modernism. Saya sesungguhnya hanya gaya saja membaca buku itu. Padahal kemampuan bahasa jauh di bawah.
Membaca supaya terlihat pinter, agar punya argument dalam berdebat. Ada hasil, tapi sangat tipis. Praksis ternyata lebih manjur. Bercengkrama dengan banyak karakter rupanya ilmunya jauh melebihi c.p.u. dalam sebuah mesin kerja bernama computer.
Orang-orang biasa dan terpinggir rupanya punya kearifan menahan selera membeli. Anak-anak mereka menyatu dengan panas terik, hujan, banjir, hanyut, dan tumbuh di alam seperti ilalang.
Pada suatu titik di bumi, mencuri mengambil milik orang lain adalah malu yang senantiasa dihindari. Namun, layar kaca di rumah kita selalu dipenuhi khotbah dan kelihaian pencoleng religious. Tersangka korupsi adalah cobaan berat dari doa-doa mereka supaya tidak tercyduk. Eta terangkanlah!
Copas dua paragraph dari kawan, Yuli Widiyanti:
- Ilmu yang Barokah itu bukan hanya yang banyak hafalan Al-Qur'an Hadits, telah mengkhatamkan kitab-kitabnya dan memiliki banyak catatan catatan nasehatnya, akan tetapi yang barokah ialah ilmu yang mampu menjadikan seorang lebih taqorub kepada Allah bisa berbagi dengan keluarga sahabat dan kerabatnya jauh dari hasrat untuk riya' sum'ah dan sombong.
- Penghasilan Barokah juga bukan gaji yang besar dan berlimpah, tetapi sejauh mana ia bisa jadi jalan rejeki bagi yang lainnya dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan tersebut.
Catatan dua-bait Yuli itu jadi surga bagiku manakala penat membaca setumpuk teori dari social media. “Shur-nur-ah-gah-lem, ya Yuli.”
Di simpang Jl. Gunung Merapi saya ngobrol harga-harga dengan Amir, tukang becak. Dia bertanya, “Mana motormu?”. Saya bilang, untuk jarak tertentu, saya memilih lenggang-kangkung jalan kaki. Suara Amir kerap berteriak mengimbangi deru kendaraan melambung di kanannya. Ketawanya terkekeh bila saya menjawabnya asal-asal.
Mencandai dia yang tidak beli BBM namun ongkos mengayuhnya boleh di-up-date kapan saja sesuka bibir, untuk sepiring nasi lauk segelas mineral serta asap. Untuk ongkosi keluarganya. Meski regulasi negara jarang menyentuh kebutuhan tukang becak yang terus terpinggir. Ia masih terkekeh dengan lembar satudua ribuan yang dilebihkan padanya.
Pernah, ambang malam seorang ibu muda datang di depan rumah, wajahnya lusuh. Bercerita panjang lebar tentang pekerjaannya, tentang kerabatnya yang sakit dan ia ingin menebus harga obat. Saya memberi seberapa yang ada di saku. Dia minta lagi. “Saya kerja di jalan Gunung Nona, besok saya kembalikan uang itu, anggap saja pinjaman,” urai perempuan muda itu dengan tangis tertahan. Meminjam dari kawan, saya memberinya.
Hampir seminggu tak bersua wajah lusuh itu, saya melihatnya di depan ruko jelang magrib. Masih sama, meminta uang untuk tebus obat dengan wajah lusuh, bergegas ia menghilang di ramai kerumunan setelah bertemu mata.
Iman kontemporer bersetubuh, tumbuhlah berhala. Cinta setara nafsi. Kasih sayang mungkin pernah dicerna ilmiah. Tesis dari logos. Kriminolog entah pernah membahas mengapa seorang ibu begitu sayang pada anaknya, atau ada ibu yang tegah membunuh bayinya? Kenyataan-kenyataan yang diabaikan: Perempuan lebih alot dari lelaki bila bertempur. Lelaki mempersiapkan berbagai mesin pembasmi. Perempuan punya lidah sudah diduga dalam asumsi menjadi senapan mematikan. Racun salahsatu yang pernah mengisi ruang berita kita, kopi Vietnam cyanide di café ternama ibukota. Padahal, banyak juga lelaki yang lebih ceriwis dari perempuan. Ini fakta, bukan mimpi.
Iman kontemporer mendoakan kekasih-kekasih gelap, bukan karena urusan warna kulit atau pandang bulu dengan kekasih yang disebut asli atas nama sebuah surat restu negara tentang pernikahan. Walau, memang bulu-lah yang dipandang-pandangi.
Asinaria karya Plautus – tahun 195 sebelum masehi, mencetus ‘lupus est homo homini’. Silakan cari sendiri artinya. Kawan, kadang sejengkal dari kepentingan, lalu perseteruan. Manusia adalah serigala bagi sesama manusia, manusia adalah kawan bagi sesama manusia. “To speak impartially, both sayings are very true; That Man to Man is a kind of God; and that Man to Man is an errant wolf,” kata Thomas Hobbes dalam De Cive.
Menghafal ratusan ayat kitab-kitab yang disangka kudus itu, akan menjadi pedang terhunus bila kita masih berkelahi kata tentang tuan-tuan yang jadi tuhan paternal.
Perang, dalam catatan sejarah, lebih banyak disebabkan oleh pertikaian isme-isme yang dibungkus rapi seperti harga diri. Isinya keuntungan ekonomi dan pangkat-pangkat.
Ayah adalah guru bagi saya. Ia seorang serdadu, lalu jadi petani. Tapi, dia bilang, belajarlah dari alam, belajar dari pengalaman. Ia mengajarkan bagaimana ilalang itu menjadi permainan: petik ilalang pada pangkal, dan sisi kiri kanan daunnya jepit lembut-kokoh dengan telunjuk dan jempol kiri, tulang daunnya tetap di tengah, tangan kanan di bagian bawah, jari-jari menarik sobekan daun sekelebat, dan ilalang melayang di udara.
Ayah selalu mengingatkan saya untuk selalu meletakkan pisau parang secara aman di tanah, supaya tidak melukai diri sendiri dan orang lain. Dari pundak gunung-gunung kami memandangi laut di kejauhan, ia bercerita tentang penyerangan Jepang di Tarakan, seraya menembang ‘Kimigayo wa, chiyo ni yachiyo ni’.
Saya, personifikasi dosa-dosa pemberontakan masa silam. Bersalah pada teman, pada keluarga, pada alam lingkungan. Namun, mereka, kawan-kawan selalu baik, melupakan dan tetap menganggap kita bersaudara.
Petualangan adalah pengalaman mengasyikan. Di Chao Phraya River, saat menyeberang terkenanglah langit bersemu jingga, pagi penuh warna di Wat Arun. Lunch dekat Silverlake Vineyard, daging panggangnya memang enak dengan bumbu pedas asin. Di Fahrenheit Suites, bersandar di jendela kaca, melihat orang lalu-lalang membunuh waktu, mengejar malam hilang.
Oppy AilSie menjawab dengan LAZUARDI:
membiru rindu
memeluk kelu
tonggak-tonggak bisu
indahnya sepotong rindu dalam cawan puisi sekawan
6 Juli 2017
Kukenang lazuardi, jauh di palung laut, memeluk kalut di pucuk-pucuk awan merendah kabut permata hati.
Dari River Seine kau kirim salam, membikin hati berbunga-bunga. Bersua style model venue aroma bau-bau yang jadi memory di jiwa. Hutan gunung jurang danau sungai embun debu serta suara satwa. Bersua kau di internet berapa waktu lampau dan kita saling kenal saling komen, kemudian tertawa. Lalu membakar neraka, dan menaruhnya di tempat sampah.
Mengapa takut berjalan di lembah maut, kenapa gentar pada gelombang badai menderas? Tersenyumlah kawan, itu warna surga yang boleh kau beri hari ini, sebab karena kasih, kita boleh berkawan, karena kasih itu juga kita bersahabat lebih karib dari saudara! (*)
Bagi kawan-kawan terkasih: Jepsony Sumual, Yannemieke Singal, Philips Marbun, Oppy AilSie, Garmeo Natan, Polien Sarael, Shinta Miranda, Elisa Sagala, Yuli Widiyanti, Denny Ramagiwa Ratulangi, Wahyu Ardy Umbaro, Amanda Hikaru, Bemalia Makaudis, Mary Maureen, Rikson Childwan Karundeng, Annashka Mozhayev, Sam Elias, Sam Fauroni, Aneis, etc...
_______________
Shur-nur-ah-gah-lem: Terima kasih (Armenian)
Kimigayo wa, chiyo ni yachiyo ni: Semoga kekuasaan yang mulia, berlanjut selama seribu delapan ribu generasi (Japan)
_______________
_______________
Shur-nur-ah-gah-lem: Terima kasih (Armenian)
Kimigayo wa, chiyo ni yachiyo ni: Semoga kekuasaan yang mulia, berlanjut selama seribu delapan ribu generasi (Japan)
_______________
Terminology Minahasa
kumelang: berjalan
genang: ingatan
tumoro: menuju
talun: rimba
watuharan: situs batu
kuntung mapuneng: puncak mapuneng
kower: tempat minum dari bambu
wisa: di mana
kaput tinunu: ubi bakar
lalai-na im-punti: daun pisang
marisa mata': rawit mentah
wuras: garam
tinome: diulek
wana takoy: dalam tempurung
nikitawaya: kita sekalian
umbanua: kampung
nendo-yaai: hari ini
tou: orang
kumelang: berjalan
genang: ingatan
tumoro: menuju
talun: rimba
watuharan: situs batu
kuntung mapuneng: puncak mapuneng
kower: tempat minum dari bambu
wisa: di mana
kaput tinunu: ubi bakar
lalai-na im-punti: daun pisang
marisa mata': rawit mentah
wuras: garam
tinome: diulek
wana takoy: dalam tempurung
nikitawaya: kita sekalian
umbanua: kampung
nendo-yaai: hari ini
tou: orang
Comments
Post a Comment