penulis terkenal, telur ayam, dan kemiskinan
Status disepuh, terbitlah history!
Suatu malam di Marina. Sing-song girls
tawarkan beer. Datanglah dua, lalu berbotol-botol, sekaleng es-batu, jepitan
dan sendok. Rasa kita menggenit. Kacang goreng, pe̍h-ōe-jī as mixed vegetables tersaji.
Text massif — nowadays: entah bagaimana
memercaya sejarah, walau sekarang banyaklah penulis terkenal. Social-media beri
space lebar kepada semua mahluk yang kenal tulis-baca. Manakala siuman, dengan
mudah status-status dijalar mata — status filosofis, status lebay, status doa
ayat-ayat, status memaki, status video gambar-gambar foto-foto, status copas.
Bila saja bebek dan ayam leghorn dapat
diajari gadget hingga mahir, betapa
mereka akan menulis bencana telur: Bertanya-lah mereka tentang telurnya dalam
pertalian dengan sejarah paskah. Atau telur palsu yang tidak pernah melibatkan
pendapat arus bawah, bebek dan ayam.
Siapa mampu gugat ketika kosakata
‘ayam-kampus’ disebut dengan semacam perasa mesum dalam bilik neuron?
Kemarin sore bercengkrama dengan anak-anak
penjual gorengan, saya bertanya harga sambal. Mereka bilang, sambalnya gratis,
asal beli gorengan. Hey! Harga merica selalu berfluktuasi, dan mampu menggoyang
perpolitikan pasar bapece. Banyak orang tak berselera bila makannya tak pedas.
“Kiapa kang, jual gorengan, depe rica nyak ada harga kasiang?”
Ngebakso pakai sambal. Makan ki-ef-si ada depe sauce sambal. Minum captikus tola-tola ikang pidis. Bubur-Manado makan dengan sambal roa. Pizza ada sambalnya. Pisang goreng apalagi, tak nikmat tanpa rawit tanpa sambal. Kong, ngoni bayangkan jo makang nda peke rica bagimana depe rasa!
Balik ke cerita Marina. Bersukarialah dalam
kemudaan. Siapa muda, siapa tua merasa tetap muda, bahasanya dipeleset ‘berjiwa
muda’, padahal so tua torang sayang dan masih haus kasih-sayang dan susu. Boleh
tertawa!
Pace naik pentas, melantun help me make it
through the night. Diganti perempuan bahenol menembang dangdut. Penonton riuh
bersorak. Ada debar sunyi di jiwa, siapa tau? Orang-orang di sini sibuk dengan
pemikiran masing-masing.
Lampu bertebar cahaya warna-warni. Laut
kelam. Sorot di kejauhan, kapal lewat. Ada kawan pamit berpindah lokasi, cari
malam lain, cari kesenangan penghibur bagi hati. Ada pengunjung baru tiba.
Waiters and waitresses membersih meja, menambah botol-botol, menambah kacang
goreng, menambah sekaleng es-batu. Mengalkulasi bill. Mengambil gambar,
tersenyum. Mengatur letak celana. Berbisik pada temannya, cekikikan.
Sekitar delapan tahun silam, saya
mengomentari status kemiskinan: poverty is hunger. poverty is lack of shelter.
poverty is being sick and not being able to see a doctor. poverty is not being
able to go to school, not knowing how to read, not being able to speak
properly. poverty is not having a job, fear for the future and living one day
at a time. poverty is loosing a child to illness brought about by unclean
water. poverty is powerlessness, lack of freedom.
Kemiskinan jadi cerita turun-temurun. Digubah
sebagai proposal project memicu investation and account payable. Namun, dalam
kemiskinan itu banyak juga orang-orang gemuk. Saya termasuk pada bagian yang
gemuk itu.
Kita, lebih banyak berpura-pura. Berpura-pura
senang gembira. Berpura-pura sedih. Berpura-pura kaya. Berpura-pura miskin. Dan
saya, susah berpura-pura kurus.
Lanjut komen tentang kemiskinan: poverty is a
call to action to change the world so that many more may have enough to eat,
adequate shelter, access to education and protection from violence.
Mary Maureen, kawan di negeri seberang, menjawab komen saya dan bertanya: Then who it is to blame? Who's job is it to fight for freedom fr poverty? Those people that are power hungry, promised to changes the world, actually are the one causing it. Too bad, but that’s the way it is...
Kau boleh punya pemikiran sendiri. Bebaslah menafsir. Merdekalah dirimu berpikir
dan berstatus.
Di
pojok tersudut, jiwa memain syair tua:
and
solitaire's the only game in town
and every road that takes him, takes him down
and by himself, it's easy to pretend
he'll never love again
and every road that takes him, takes him down
and by himself, it's easy to pretend
he'll never love again
#solitaire
____________
Dari
balik nako,
tempat
di mana mata leluasa menatap matahari turun di langit barat:
April
2018
diskusi
kemiskinan itu dapat dibaca
dihttps://www.facebook.com/notes/daniel-kaligis/jalan-angin/322415940990/
Comments
Post a Comment